Kentungan
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Juni 2021) |
Kentungan atau yang dalam bahasa lainnya disebut jidor adalah alat pemukul yang terbuat dari batang bambu atau batang kayu jati yang dipahat.
Kegunaan kentungan didefinisikan sebagai tanda alarm, sinyal komunikasi jarak jauh, morse, penanda azan, maupun tanda bahaya.[1] Ukuran kentungan tersebut berkisar antara diameter 40 cm dan tinggi 1,5–2 m.[butuh rujukan] Kentungan sering diidentikkan dengan alat komunikasi zaman dahulu yang sering dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di daerah perdesaan dan pergunungan.[2]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Sejarah budaya kentungan sebenarnya dimulai sebenarnya berasal dari legenda Cheng Ho dari Cina yang mengadakan perjalanan dengan misi keagamaan.[butuh rujukan] Dalam perjalanan tersebut, Cheng Ho menemukan kentungan ini sebagai alat komunikasi ritual keagamaan.[butuh rujukan] Penemuan kentungan tersebut dibawa ke Cina, Korea, dan Jepang.[butuh rujukan] Kentungan sudah ditemukan sejak awal masehi.[butuh rujukan] Setiap daerah tentunya memiliki sejarah penemuan yang berbeda dengan nilai sejarahnya yang tinggi.[butuh rujukan] Di Nusa Tenggara Barat, kentungan ditemukan ketika Raja Anak Agung Gede Ngurah yang berkuasa sekitar abad XIX menggunakannya untuk mengumpulkan massa.[butuh rujukan] Di Yogyakarta ketika masa kerajaan Majapahit, kentungan Kiai Gorobangsa sering digunakan sebagai pengumpul warga.[1]
Di Pengasih, kentongan ditemukan sebagai alat untuk menguji kejujuran calon pemimpin daerah.[1] Pada masa sekarang ini, penggunaan kentongan lebih bervariatif.[butuh rujukan]
Cara memainkan
[sunting | sunting sumber]Kentungan merupakan alat komunikasi zaman dahulu yang dapat berbentuk tabung maupun berbentuk lingkaran dengan sebuah lubang yang sengaja dipahat di tengahnya.[butuh rujukan] Dari lubang tersebut, akan keluar bunyi-bunyian apabila dipukul.[butuh rujukan] Kentungan tersebut biasa dilengkapi dengan sebuah tongkat pemukul yang sengaja digunakan untuk memukul bagian tengah kentungan tersebut untuk menghasilkan suatu suara yang khas.[butuh rujukan] Kentungan tersebut dibunyikan dengan irama yang berbeda-beda dan keras untuk menunjukkan kegiatan atau peristiwa yang berbeda.[butuh rujukan] Pendengar akan paham dengan sendirinya pesan yang disampaikan oleh kentungan tersebut.[butuh rujukan] Biasanya, kentongan zaman dahulu ada di tempat tempat penting, seperti rumah kepala lurah atau RT, dan tempat lain.
Manfaat kentungan
[sunting | sunting sumber]Awalnya, kentungan digunakan sebagai alat pendamping ronda untuk memberitahukan adanya pencuri atau bencana alam.[butuh rujukan] Dalam masyarakat pedalaman, kentungan sering kali digunakan ketika surau-surau kecil atau sebagai pemanggil masyarakat untuk ke masjid apabila jam salat telah tiba.[butuh rujukan] Namun, kentungan yang dikenal sebagai teknologi tradisional ini telah mengalami transformasi fungsi.[3] Dalam masyarakat modern, kentungan dijadikan sebagai salah satu alat yang efektif untuk mencegah demam berdarah.[3] Dengan kentungan, pemantauan terhadap pemberantasan sarang nyamuk pun dilakukan.[butuh rujukan] Dalam masyarakat tani, sering kali menggunakan kentungan sebagai alat untuk mengusir hewan yang merusak tanaman dan padi warga.[butuh rujukan]
Kelebihan
[sunting | sunting sumber]Kentungan dengan bahan pembuatan dan ukurannya yang khas dapat dijadikan barang koleksi peninggalan seni budaya masa lalu yang dapat dipelihara untuk meningkatkan pemasukan negara.[2] Kentungan dengan bunyi yang khas dan permainan yang khas menjadi sumber penanada tertentu bagi masyarakat sekitar.[butuh rujukan] Selain itu, kentungan merupakan peninggalan asli bangsa Indonesia dan memiliki nilai sejarah yang tinggi.[butuh rujukan] Perawatannya juga sederhana, tanpa memerlukan tindakan-tindakan khusus. [butuh rujukan]
Kelemahan
[sunting | sunting sumber]Kentungan masih banyak kita temui dalam masyarakat modern, tetapi fungsi kentungan sebagai alat komunikasi tradisional memiliki sejumlah kekurangan yang menyebabkan tergesernya kentungan tersebut dengan teknologi modern.[1] Kegunaan kentungan yang sederhana dan jangkauan suara yang sempit menyebabkan kentungan tidak menjadi alat komunikasi utama dalam dunia modern ini.[butuh rujukan]
Era globalisasi
[sunting | sunting sumber]Pada era globalisasi sekarang ini, alat komunikasi telah berkembang jauh melebihi batasan pemikiran sebagian besar manusia. Ketiadaan batasan ruang dan waktu membuat orang berlomba-lomba menciptakan beragam penemuan yang lebih praktis dan lebih luas jangkauannya.
Kentungan dalam bentuk aplikasi
[sunting | sunting sumber]Kentungan kini hadir dalam bentuk aplikasi ponsel cerdas. Ini membuktikan bahwa budaya kentungan masih tetap eksis pada masa modern seperti sekarang ini dan aplikasi kentongan ini tidak menghilangkan unsur asli dari fungsi kentungan yaitu membantu warga dalam berkomunikasi.
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d Moertjipto, dkk. 1990. Bentuk-bentuk Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasidan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
- ^ a b Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah (Indonesia). 1985. Ensiklopedi Musik Indonesia Jilid 4. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi, dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
- ^ a b Situs Berita Jogja: Di zaman modern kentongan masih eksis sebagai alat komunikasi[pranala nonaktif permanen]