Durga Umayi
Pengarang | Y.B. Mangunwijaya |
---|---|
Negara | Indonesia |
Bahasa | Indonesia |
Genre | Fiksi |
Penerbit | Pustaka Utama Grafiti |
Tanggal terbit | 1 Januari 1991 |
Halaman | 188 |
ISBN | ISBN 9789794441169 |
Durga Umayi adalah novel karya Y.B. Mangunwijaya.[1] Novel Durga Umayi merupakan novel terakhir karya Mangunwijaya.[1] Novel ini terbit pada tahun 1991 dalam bahasa Indonesia.[1] Durga Umayi dalam bahasa Inggris terbit pada tahun 2004.[2] Novel ini berlatar belakang sejarah, maka masuk dalam kategori novel sejarah.[3] Sejarah yang menjadi latar belakang novel ini adalah sejarah Indonesia pada masa penjajahan Jepang, dinamika awal kemerdekaan Indonesia, tragedi 1965 dan keadaan Indonesia pada masa Orde Baru.[3] Judul novel ini mengambil salah satu tokoh dalam cerita wayang, yaitu Durga Umayi atau Dewi Uma yang adalah istri dari Batara Guru.[4]
Tokoh dan penokohan
[sunting | sunting sumber]Tokoh utama Durga Umayi adalah Punyo Iin Sulinda Pertiwi Nusa Musbida.[1] Tokoh ini mempunyai panggilan mesra Iin, Linda, Tiwi, Nus, Nussy, atau Bi.[1] Iin mempunyai saudara bernama Brojol.[1] Walaupun saudara kembar Iin dan Brojol mempunyai karakter yang sangat berbeda.[5] Iin mempunyai jiwa pemberontak yang membuat dia mengumpulkan harta dan ketenaran, bahkan melalui cara yang curang dan licik.[5] Sementara Brojol cukup puas dengan menjadi petani desa.[5] Iin dan Brojol adalah anak hasil perkawinan seorang kopral Heiho, tentara pribumi selama pendudukan Jepang, dengan sorang perempuan yang membuat makanan ringan dari ketela.[5] Di balik pemunculan dua tokoh kembar yang bertolak belakang ini, Mangunwijaya hendak membuat analogi dengan negara dan rakyat.[5]
Permainan bahasa
[sunting | sunting sumber]Ciri khas dari penulisan Mangunwijaya dalam Durga Umayi adalah permainan bahasa.[5] Pemainan bahasa dapat memberikan efek lucu atau juga sindiran.[5] Contoh yang paling kuat adalah nama tokoh utama dalam novel ini, Iin Sulinda Pertiwi Nusa Musbida.[5] Iin Sulinda dapat dibaca menjadi Insulinde.[5] Insulinde merupakan kata dalam bahasa Belanda yang menjadi istilah untuk menyebut kepulauan Indonesia.[5] Kemudian pertiwi adalah sebutan untuk ibu bumi dalam bahasa Indonesia.[5] Nusa adalah istilah bahasa Indonesia untuk menyebut pulau.[5] Kata ini menjadi bagian dari kata nusantara yang berarti kepulauan.[5] Kata nusantara sendiri tidak lain adalah istilah yang dipakai untuk menyebut Indonesia.[5] Terakhir, kata Musbida adalah pembelokan dari singkatan Muspida.[5] Muspida adalah singkatan dari Musyawarah Pimpinan Daerah.[5] Muspida adalah lembaga pada masa Orde baru yang terdiri dari para pemimpin daerah yang bertugas mengawasi implementasi kebijakan pemerintah Orde Baru.[5] Maka dari permainan bahasa dalam nama tokoh utama Durga Umayi, dapat dilihat ada maksud di balik permainan bahasa yang dilakukan Mangunwijaya dalam novel ini.[5]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f Y.B. Mangunwijaya (1991). Durga Umayi. Jakarta: Grafiti. ISBN 979-444-116-3.
- ^ "Durga Umayi". University of Washington Press. Diakses tanggal 13 Mei 2013.
- ^ a b Yoseph Yapi Taum. "Wacana Multikulturalisme dalam Novel Durga Umayi". Academia.edu. Diakses tanggal 13 Mei 2013.
- ^ Hardjowirogo (1982). Sejarah Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 41.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Pamela Allen (2004). Membaca, dan Membaca Lagi. Magelang: Indonesiatera. ISBN 979-9375-60-6.