Lompat ke isi

Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah perubahan (amendemen) pertama terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan pertama disahkan dalam Rapat Majelis Permusyawaratan Rakyat ke-12 pada tanggal 19 Oktober 1999, yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1999 yang berlangsung pada tanggal 1421 Oktober 1999.

Dalam perubahan pertama ini, MPR mengubah beberapa pasal, yaitu Pasal 5 Ayat (1) yang. Berbunyi (1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan rakyat, Dan di ubah menjadi (1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat., Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21.

Perubahan-perubahan tersebut berdasarkan pasal-pasal, yakni:

  • Pada Pasal 5, Ayat (1) yang menyebutkan kekuasaan Presiden dalam membuat UU diubah menjadi hanya mengajukan UU.
  • Pada Pasal 7, periode jabatan Presiden dan Wakil Presiden dibatasi dari tak terbatas menjadi hanya dua kali.
  • Pada Pasal 9, klausa yang ada ditegaskan sebagai Ayat (1), kemudian Ayat (2) baru ditambahkan dan menyebutkan bahwa jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang pelantikan, Presiden dan Wakil Presiden dapat bersumpah/berjanji di hadapan Pimpinan MPR, yang disaksikan oleh Pimpinan MA.
  • Pada Pasal 13, Ayat (2) dipindahkan dan dikembangkan ke Ayat (3) yang menyebutkan bahwa Presiden menerima duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Kemudian Ayat (2) diberikan klausa baru yang menyebutkan bahwa Presiden mengangkat duta untuk negara lain dengan pertimbangan DPR.
  • Pasal 14 dimekarkan menjadi dua ayat. Ayat (1) menyebutkan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan MA, sedangkan Ayat (2) menyebutkan bahwa Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR.
  • Pada Pasal 15, kata-kata dan ejaan dalam pasal tersebut ditata ulang dan frasa "yang diatur dengan undang-undang" ditambahkan.
  • Pada Pasal 17, kata-kata dan ejaan pada Ayat (2) ditata ulang, lalu klausa pada ayat (3) yang menyebutkan berbunyi "Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan" diganti menjadi "Setiap menteri membidangi urusan tertentu dan pemerintahan".
  • Pasal 20 dirombak secara besar-besaran dan jumlah ayat bertambah dari 2 menjadi 4 ayat. Kekuasaan DPR untuk hanya menyetujui UU yang dibuat Presiden berubah menjadi DPR-lah yang membuat UU tersebut. Ayat (2) dipindahkan ke Ayat (3) dan diubah susunan katanya mengikuti perubahan Ayat (1). Kemudian pada Ayat (2) yang telah kosong ditambahkan klausa bahwa setiap rancangan UU (RUU) akan dibahas bersama oleh Presiden dan DPR untuk mendapat persetujuan bersama. Terakhir Ayat (4) baru ditambahkan dan menyebutkan bahwa Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama sebelumnya menjadi UU.
  • Pada Pasal 21, jumlah ayat dikurangi dari 2 menjadi hanya 1 ayat. Ayat (1) yang menyebutkan bahwa DPR berhak mengajukan DPR kepada Presiden berubah menjadi DPR berhak mengajukan usul RUU (mengikuti perubahan pada Pasal 20). Sementara Ayat (2) dihapuskan.

(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan rakyat.

diubah menjadi

(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

diubah menjadi

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
Janji Presiden (Wakil Presiden):
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa".

diubah menjadi

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
Janji Presiden (Wakil Presiden):
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa".
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Presiden menerima duta Negara lain.

diubah menjadi

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

sistem pemerintahan: presidensial

Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

diubah menjadi

(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.

diubah menjadi

Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.

diubah menjadi

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

(1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan rakyat.
(2) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan rakyat masa itu.

diubah menjadi

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
(3) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
(4) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

(1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan rakyat berhak memajukan rancangan undang-undang.
(2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

diubah menjadi

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]