Laut Jawa

salah satu laut di dunia

Laut Jawa adalah perairan dangkal dengan luas kira-kira 310.000 km2 di antara Pulau Kalimantan, Jawa, Sumatra, dan Sulawesi di gugusan kepulauan Indonesia. Laut ini relatif muda, terbentuk pada Zaman Es[1] terakhir (sekitar 12.000 tahun Sebelum Masehi) ketika dua sistem sungai bersatu. Di barat lautnya, Selat Karimata yang menghubungkannya dengan Laut Tiongkok Selatan.

Laut Jawa
Lokasi Laut Jawa
Laut Jawa di Indonesia
Laut Jawa
Laut Jawa
LetakPaparan Sunda
Koordinat5°16′00″S 111°43′52″E / 5.26667°S 111.73111°E / -5.26667; 111.73111
Jenis perairanLaut
Terletak di negaraIndonesia
Panjang maksimal1.600 kilometer (990 mi)
Lebar maksimal380 kilometer (240 mi)
Area permukaan320.000 kilometer persegi (120.000 sq mi)
Kedalaman rata-rata46 meter (151 ft)
Suhu tertinggi31 °C (88 °F)
Suhu terendah27 °C (81 °F)
KepulauanSunda besar
Peta
Peta

Di Laut Jawa terdapat beberapa gugusan pulau dan kepulauan: Kepulauan Seribu di utara Kabupaten Tangerang dan secara administratif masuk dalam wilayah DKI Jakarta, Kepulauan Karimun Jawa yang masuk administrasi Jawa Tengah, Pulau Bawean dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, Kepulauan Masalembo, dan Pulau Kangean beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya yang berada di bawah administrasi Provinsi Jawa Timur.

Perikanan adalah kegiatan ekonomi penting di Laut Jawa. Ada 3.000 lebih spesies kehidupan laut di daerah ini. Laut Jawa, khususnya di bagian barat memiliki cadangan minyak bumi dan gas alam yang dapat dieksploitasi.

Daerah sekitar Laut Jawa merupakan daerah tujuan pariwisata populer. Selam scuba menawarkan kesempatan untuk menjelajahi dan memotret gua bawah laut, kapal tenggelam, terumbu karang, dan kehidupan bawah air. Beberapa taman nasional berada di daerah ini. Dekat Jakarta, di Kepulauan Seribu adalah Taman Nasional Kepulauan Seribu. Karimun Jawa adalah taman nasional yang terdiri dari dua puluh tujuh pulau. Pulau Menjagan, dekat Pulau Bali, adalah taman nasional "terpencil".

Dalam sejarah Perang Dunia II, Laut Jawa merupakan lokasi naas bagi pasukan Sekutu. Pada bulan Februari dan Maret 1942, angkatan Laut Belanda, Britania, Australia, dan Amerika Serikat nyaris dihancurkan oleh serangan Jepang.[2][3]

Laut Jawa juga pernah menjadi jalur utama dalam perdagangan Dunia dan mencapai masa keemasannya pada abad ke-17. Pada masa itu Laut Jawa sering disinggahi banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia guna mencari rempah-rempah, bersama dengan Selat Malaka. Dari sinilah muncul beberapa bandar atau kota pelabuhan di pesisir yang akhirnya berkembang pesat, seperti Jakarta, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Lasem, Tuban, dan Surabaya.[4]

Tempat ini juga menjadi lokasi jatuhnya pesawat Indonesia AirAsia Penerbangan 8501 yang menewaskan 162 penumpang beserta awak pesawat pada 28 Desember 2014 dan Lion Air Penerbangan 610 yang menewaskan 189 penumpang beserta awak pesawat pada 29 Oktober 2018.

Pembentukan

sunting

Letak Laut Jawa berada di bagian utara Pulau Jawa, Indonesia.[5] Posisi Laut Jawa juga berada di bagian selatan dari Pulau Kalimantan.[6] Pada 2,5 juta tahun yang lalu, Bumi mengalami zaman es. Pada periode ini, wilayah yang ditempati oleh laut Jawa masih berupa daratan yang menjadi bagian dari daratan Asia dan disebut Paparan Sunda. Wilayah Sumatra, Jawa dan Bali masih menyatu.[7] Laut Jawa belum terbentuk sekitar 17 ribu tahun yang lalu. Wilayah Asia Tenggara masih berbentuk Nusantaria.[8]

Pada akhir Zaman Es yang berkisar antara 20 ribu hingga 10 ribu tahun yang lalu, Bumi mengalami peningkatan suhu rata-rata sehingga terjadi kenaikan permukaan laut. Paparan Sunda kemudian mulai tertutupi oleh lautan. Salah satu laut yang terbentuk ialah Laut Jawa.[9] Terbentuknya Laut Jawa karena tergenangnya dataran rendah oleh air laut, sehingga Laut Jawa termasuk jenis laut transgresi.[10] Setelah berakhirnya Zaman Es, Laut Jawa telah memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali dengan bagian selatan dari Kalimantan.[11]

Geografi

sunting

Laut Jawa berbatasan dengan pantai utara Pulau Jawa yang merupakan dataran aluvial dengan kawasan pantai yang luas dan subur.[12] Laut Jawa merupakan salah satu perairan dangkal yang menjadi penghubung pulau-pulau besar di Indonesia bagian barat. Pulau-pulau ini ialah Sumatra, Jawa dan Kalimantan.[13] Pulau-pulau yang mengelilingi Laut Jawa ialah Sumatra, Jawa, Madura, Bali, Kalimantan dan Sulawesi.[14] Letak Laut Jawa juga berhadapan langsung dengan beberapa kota besar di Indonesia. Kota-kota ini meliputi Kota Surabaya, Semarang, Kota Cirebon dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Beberapa kota tersebut merupakan kawasan pemukiman, perdagangan, perhubungan sekaligus kawasan perkembangan industri dan sektor lainnya.

Luas permukaan Laut Jawa menempati wilayah Indonesia sekitar 7%.[15] Di dalam Laut Jawa terdapat lembah-lembah sungai yang tergenang oleh air laut. Lembah-lembah ini terbentuk akibat penenggelaman daratan.[16]

Karakteristik

sunting

Laut Jawa mengalami pasang surut campuran yang bersifat diurnal.[17]  Kondisi arus air laut di Laut Jawa relatif tenang [18] Suhu permukaan air laut di Laut Jawa berkisar antara 27–29ºC di titik koordinat 108–111ºC Bujur Timur dan 5–8ºC Lintang Selatan.[19]  

Habitat

sunting

Ikan layang

sunting

Selama musim barat, terjadi dua pola pergerakan arus laut dan penyebaran salinitas di Laut Jawa. Periodenya berlangsung dari Bulan Desember hingga Maret. Pola pertama ialah adanya aliran massa air dari Samudra Hindia melalui Selat Sunda dan menuju ke Laut Jawa. Aliran massa ini diikuti oleh sekumpulan ikan layang yang dikenal sebagai subpopulasi ikan layang barat. Sementara pola kedua ialah aliran arus dari permukaan Laut Tiongkok Selatan menuju ke Laut Jawa. Salinitas dari air Laut Tiongkok Selatan yang menuju ke Laut Jawa sangat tinggi dan disukai oleh ikan layang sehingga kemudian menjadi habitatnya selama musim barat. Musim barat merupakan periode terjadinya hujan dengan curah hujan yang tinggi di wilayah tiga pulau yaitu Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Karena itu, sungai-sungai dari ketiga pulau ini mengencerkan air laut dari Laut Tiongkok Selatan dan menurunkan tingkat salinitasnya. Penurunan salinitas membuat ikan layang terhalangi ke Selat Sunda dan bergerak ke arah timur menelusuri Laut Jawa.[20]  Spesies ikan layang yang tersebar di Laut Jawa ialah Decapterus russelli dan Decapterus lajang.[21] Decapterus russelli memiliki populasi yang terbesar di Laut Jawa.[22]

Pelayaran dan perdagangan laut

sunting

Pelayaran dan perdagangan laut telah terjadi di Laut Jawa telah terintegrasi sebelum kedatangan bangsa-bangsa dari Dunia Barat.[23] Pada awal abad ke-13 Masehi, benua Asia, Afrika dan Eropa telah terhubung melalui perdagangan. Di Asia Selatan dan Asia Tenggara terbentuk lima zona perdagangan laut yang salah satunya adalah zona Laut Jawa.  Zona Laut Jawa meliputi kawasan Sumatra, Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Keberadaan Laut Jawa menjadi yang terpenting bagi pelayaran dan perdagangan di Asia Tenggara dibandingkan dengan zona lainnya.[24] Pelayaran di perairan Laut Jawa merupakan yang terpadat karena menjadi penghubung antara kota-kota besar di bagian dan sebelah utara Pulau Jawa seperti Kota Surabaya, Kota Semarang, Kota Banjarmasin dan Kota Makassar.[25]

Laut Jawa merupakan salah satu dari tiga laut utama Indonesia selain Laut Flores dan Laut Banda. Ketiga laut ini bersama-sama menjadi penghubung wilayah Indonesia. Laut Jawa sendiri menjadi pusat perdagangan laut bagi Indonesia yang wilayahnya berbentuk kepulauan.[26] Laut Jawa merupakan salah satu zona perekonomian laut di Indonesia. Wilayah perekonomiannya mencakup tiga provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan.[27]

Penangkapan ikan

sunting

Laut Jawa merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi perikanan laut.[28] Jenis ikan tangkapan di Laut Jawa adalah ikan pelagis, terutama ikan layang, ikan selar, ikan kembung dan ikan tembang. Penangkapan ikan di Laut Jawa dapat mencapai sekitar 1,5–2,5 ton tiap hari.[29] Zona potensi penangkapan ikan di Laut Jawa terbentuk selama musim barat yang berlangsung sejak Desember hingga Maret. Jenis ikan yang terperangkap dalam zona penangkapan ialah ikan layang. Zona potensi penangkapan ikan layang di Laut Jawa terbentuk karena adanya pola pergerakan arus laut dan penyebaran salinitas di Laut Jawa.[20]

Pada tahun 2009, perairan Laut Jawa ditetapkan sebagai salah satu dari sebelas Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI). Pengaturan ketetapannya dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2009. Penetapan wilayah pengelolaan perikanan ini ditentukan melalui lokasi pelabuhan untuk pendaratan ikan. Kode wilayah untuk perairan Laut Jawa ialah WPP-RI 712.[30]

Sumber minyak bumi

sunting

Laut Jawa merupakan penghasil minyak bumi terbesar ketiga di Indonesia. Perairan Laut Jawa yang menjadi kawasan penghasil minyak bumi ialah yang terletak di antara Sumatra hingga ke Jawa Barat. Blok penghasil minyak di Laut Jawa dibagi dua menjadi Blok Pulau Sumatra dan Blok Pulau Jawa. Dalam sehari, produksi minyak bumi di Laut Jawa dapat mencapai 65.154 barel. Jumlah tersebut termasuk besar terhadap total produksi minyak bumi di Indonesia.[31]   

Penguasaan

sunting

Kerajaan Sriwijaya

sunting

Kerajaan Sriwijaya mulai ingin menguasai Laut Jawa pada abad ke-7 Masehi. Tujuannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Jawa. Rencana penguasaan ini diawali dengan penguasaan wilayah Lampung dan Selat Sunda.[32] Kerajaan Sriwijaya akhirnya menguasai Laut Jawa pada akhir abad ke-8 Masehi. Kekuasaan atas Laut Jawa diberikan kepada sebuah kerajaan kecil yang dijadikan vasal oleh Kerajaan Sriwijaya, yaitu Kerajaan Medang. Tugas yang diemban oleh Kerajaan Medang adalah mengumpulkan bea cukai dari kapal-kapal yang melalui bagian delta sungai di Sungai Brantas.[33] Laut Jawa dikuasai oleh Kesultanan Demak pada dekade pertama abad ke-16 Masehi. Kesultanan Demak saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggana yang menjadikan wilayah Kabupaten Jepara sebagai kota pelabuhan yang terkuat di Laut Jawa.[34]

Kesejarahan

sunting

Penyebaran Islam di Nusantara

sunting

Laut Jawa menjadi jalur utama penyebaran Islam pada abad ke-12 Masehi di Nusantara. Karena pada abad ini, Laut Jawa telah menjadi penghubung utama antara Sumatra, Jawa, Malaka dan Tiongkok. Pada masa itu, penyebaran Islam telah sampai ke Pulau Bawean melalui Sunan Bonang, dan ke Sulawesi dan Pulau Lombok melalui Sunan Giri.[35]

Pertempuran Laut Jawa

sunting

Pertempuran Laut Jawa terjadi pada tanggal 27 Februari 1942 di pangkalan laut Kota Surabaya. Pihak yang terlibat dalam pertempuran ini adalah armada Angkatan Laut Kekaisaran Jepang melawan pasukan Blok Sekutu. Armada Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang dipimpin oleh Laksamana Nagumo berhasil menghancurkan pangkalan laut tersebut dengan dibantu oleh tembakan dari pesawat pemburu dan pesawat pembom milik Angkatan Udara Kekaisaran Jepang. Pasukan angkatan udara ini bermarkas di Kalimantan dan Sulawesi. Setelah menghancurkan pangkalan laut, pasukan Angkatan Udara Kekaisaran Jepang membantu kapal-kapal perang Kekaisaran Jepang untuk memburu sisa-sisa pasuka Sekutu.[36] Hampir seluruh kapal Sekutu yang merupakan kapal milik Belanda ditenggelamkan. Sehingga Belanda tidak lagi memiliki kekuatan untuk ikut serta dalam Perang Dunia II bersama Sekutu di Indonesia.[37]   

Referensi

sunting
  1. ^ Hidayat, Taufik (2019). Guepedia, ed. Top Modul RPUL Indonesia dan Dunia Jilid 1. Guepedia. hlm. 99. ISBN 978-623-7392-71-2. 
  2. ^ Oosten, F. C. van The Battle of the Java Sea Publisher: London: I. Allen, 1976. ISBN 0-7110-0615-6
  3. ^ Thomas, David A. Battle of the Java Sea. London: Pan Books, 1971. ISBN 0-330-02608-9
  4. ^ Bowring, Philip (Maret 2022). Nusantaria: Sejarah Asia Tenggara Maritim [Empire of the Winds]. Diterjemahkan oleh Prasetyo, Febri Ady. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 1. ISBN 978-602-481-802-9. 
  5. ^ Hidayat, Taufik (2019). Guepedia, ed. Top Modul RPUL Indonesia dan Dunia Jilid 1. Guepedia. hlm. 99. ISBN 978-623-7392-71-2. 
  6. ^ Astuti, Tri (2015). Daffa, ed. Buku Pedoman Umum Pelajar Rangkuman Ilmu Pengetahuan Umum Lengkap. Jakarta: Vicosta Publishing. hlm. 113. ISBN 978-602-1110-82-9. 
  7. ^ Arif, A. K., dan Sukatno CR, O. (Agustus 2010). Mata Air Peradaban: Dua Millenium Wonosobo. Bantul: LKiS Yogyakarta. hlm. 90. ISBN 978-979-25-5331-4. 
  8. ^ Bowring, Philip (Maret 2022). Nusantaria: Sejarah Asia Tenggara Maritim [Empire of the Winds]. Diterjemahkan oleh Prasetyo, Febri Ady. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 1. ISBN 978-602-481-802-9. 
  9. ^ Sudirman, Adi (Januari 2019). Rusdianto, ed. Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia. Yogyakarta: DIVA Press. hlm. 36. 
  10. ^ Astuty, Tri (2015). Buku Pedoman Umum Pelajar Geografi: Rangkuman Inti Sari Geografi Lengkap. Jakarta: Vicosta Publishing. hlm. 241. ISBN 978-602-0928-23-4. 
  11. ^ Oppenheimer, Stephen. Eden in the East: Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara. hlm. 210. 
  12. ^ Wijaya, K., dkk. (November 2021). Rusdiarso, B., Rijanta, R., dan Triatmodjo, B., ed. Pemikiran Guru besar Universitas Gadjah Mada Menuju Indonesia Maju 2045: Bidang Sains dan Teknologi. Sleman: Gadjah Mada University Press. hlm. 110. ISBN 978-623-359-008-2. 
  13. ^ Massijaya, M. Y., dkk. (2021). Pengembangan Perikanan, Kelautan dan Maritim untuk Kesejahteraan Rakyat Volume 2. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 707. ISBN 978-602-440-075-0. 
  14. ^ Hermawan, Surya (2020). Ilmu Lingkungan Bermetode Service Learning. Sleman: Penerbit PT Kanisius. hlm. 144. ISBN 978-979-21-6507-4. 
  15. ^ Najid, A., dkk. (2012). "Pola Musiman dan Antar Tahunan Salinitas Permukaan Laut Di Perairan Utara Jawa-Madura". Maspari Journal. 4 (2): 169. 
  16. ^ Suwito dan Susanti, N. E. (2017). Geografi Kelautan (PDF). Malang: Penerbit Ediide Infografika. hlm. 54. ISBN 978-602-74739-9-7. 
  17. ^ Prarikeslan, Widya (November 2016). Oseanografi. Jakarta: Kencana. hlm. 97. ISBN 978-602-422-090-7. 
  18. ^ Adipradipto, Daniel (2015). "Mengupas Legenda Nyi Roro Kidul: Penguasa Zona Subduksi Jawa". SuaraGEA. 1: 37. 
  19. ^ Gaol, J. L., dan Sadhotomo, B. (Desember 2007). "Karakteristik dan Variabilitas Parameter-Parameter Oseanografi Laut Jawa Hubungannya dengan Distribusi Hasil Tangkapan Ikan". Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 13 (3): 202. 
  20. ^ a b Simbolon, D., Wiryawan, B., dan Wahyuningrum, P. I. (Maret 2022). Buku Ajar Daerah Penangkapan Ikan. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 87. ISBN 978-623-467-017-2. 
  21. ^ Najamuddin (November 2013). Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus spp.) Berkelanjutan di Perairan Selat Makassar. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 7–8. ISBN 978-979-493-522-4. 
  22. ^ Atmaja, S. B., Wijopriono, dan Genisa, A. S. (Maret 2000). "Beberapa Aspek Biologi Ikan Banyar (Rastrelliger kanagurta) dan Layang (Decapterus russelli) di Perairan Bagian Selatan Paparan Sunda" (PDF). Prosiding Seminar Kelautan 2000: 184. 
  23. ^ Siska, Yulia (2017). Geografi Sejarah Indonesia. Garudhawaca. hlm. 215. ISBN 978-602-658-137-2. 
  24. ^ Duli, A., dkk. (November 2013). Effendy, Muslimin A. R., ed. Monumen Islam di Sulawesi Selatan. Makassar: Balai Cagar Budaya Makassar. hlm. 15. 
  25. ^ Pramita, A. W., dkk. (2020). "Pola Tinggi Gelombang di Laut Jawa Menggunakan Model Wavewatch-III". Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 21 (1): 22. 
  26. ^ Safriadi, dkk. (2021). Kartiko, Galuh, ed. Teori dan Aplikasi Pendidikan Kewarganegaraan. Pidie: Yayasan Penerbit Muhammad Zaini. hlm. 145. ISBN 978-623-97675-7-0. 
  27. ^ Latif, Yudi (2011). Ibrahim, Idi Subandy, ed. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 496. ISBN 978-979-22-6946-8. 
  28. ^ Ali, I., dan Wekke, I. S. (Maret 2021). Vian, ed. Budaya, Agama dan Kepercayaan Suku Pelaut di Papua Barat, Indonesia. Bantul: Penerbit Samudra Biru. hlm. 7. ISBN 978-623-261-206-8. 
  29. ^ Meirinawati, H., dan Iskandar, M. R. (2019). "Karakteristik Fisika dan Kimia Perairan di Laut Jawa–Ambang Dewakang". Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 4 (1): 42. doi:10.14203/oldi.2019.v4i1.140. ISSN 2477-328X. 
  30. ^ Siombo, Marhaeni Ria (2010). Hukum Perikanan Nasional dan Internasional. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama. hlm. 51. ISBN 978-979-22-6295-7. 
  31. ^ Haryata, Yulianus (Desember 2019). Cahyani, Tri, ed. Minyak Bumi Membuat Dunia Terkesima. Penerbit Duta. hlm. 13. ISBN 978-623-239-027-0. 
  32. ^ Sholeh, K., dkk. (September 2022). Andriyanto, ed. Sejarah dan Peradaban Sungai Musi Palembang. Klaten: Penerbit Lakeisha. hlm. 13. ISBN 978-623-420-377-6. 
  33. ^ Moehkardi (Oktober 2021). Siti, ed. Peran Surabaya dalam Revolusi Nasional 1945. Sleman: Gadjah Mada University Press. hlm. 8. ISBN 978-602-386-903-9. 
  34. ^ Reid, Anthony. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 2: Jaringan Perdagangan Global [Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680]. Diterjemahkan oleh Leirissa, R. Z., dan Soemitro, P. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 205. ISBN 978-979-461-330-6. 
  35. ^ Suryadana, M. Liga. Sosiologi Pariwisata: Kajian Kepariwisataan dalam Paradigma Integratif-Transformatif Menuju Wisata Spiritual. Bandung: Humaniora. hlm. 155. ISBN 978-979-778-206-1. 
  36. ^ "Kekuatan Udara Jepang Menguasai Lautan". Dharmasena. Pusat Penerangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. 10 (08): 78. 1988. 
  37. ^ Oktorino, Nino (2015). Konflik Bersejarah – Clash of Titans –: Kisah-Kisah Pertempuran Laut Terbesar dalam Perang Dunia II. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. hlm. 97. ISBN 978-602-02-7962-6. 

Referensi

sunting