Benteng Van der Capellen
Benteng Van der Capellen adalah benteng peninggalan Belanda yang berdiri di Batusangkar, Sumatera Barat, Indonesia. Fort Van der Capellen juga nama lama Batusangkar. diambil dari nama seorang jenderal belanda yaitu Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen.
Fort Van Der Capellen | |
---|---|
Benteng Van Der Capellen | |
Jalan Soetoyo, Baringin, Lima Kaum, Kota Batusangkar, Tanah Datar, Sumatera Barat Dekat Kota Batusangkar di Indonesia | |
Jenis | Benteng |
Area | m² |
Tinggi | m² |
Panjang | m² |
Informasi situs | |
Pemilik | Pemerintah daerah Kabupaten Tanah datar |
Dikontrol oleh | Disparbud Tanah Datar |
Terbuka untuk umum | 2008 - Skrg |
Kondisi | Utuh dan Sudah Di Renovasi |
Sejarah situs | |
Dibangun | 1822 - 1826 |
Dibangun oleh | Belanda |
Digunakan | Dahulu : Sebagai Benteng Belanda. Sekarang : Destinasi Wisata Sejarah Tanah Datar. |
Pertempuran/peperangan | Perang Paderi |
Peristiwa | Perang Paderi |
Sejarah
suntingBenteng Van der Capellen merupakan salah satu peninggalan benda cagar budaya di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar. Situs dan bangunan benteng tersebut memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Keberadaan Benteng Van der Capellen tidak terlepas dari peristiwa peperangan antara Kaum Adat melawan Kaum Agama yang terjadi sekitar tahun 1821. Hal ini terjadi karena adanya pertentangan Kaum Agama yang dipelopori oleh tiga orang Haji yang baru kembali dari Mekkah dan ingin melakukan pemurnian ajaran agama Islam.
Waktu itu masyarakat Minangkabau telah banyak melakukan praktik budaya sehari-hari yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, misalnya sabung ayam, berjudi, minum minuman keras dan sebagainnya. Namun gerakan pemurnian ajaran agama Islam ini tidak berjalan mulus dan memperoleh tantangan dari Kaum Adat. Dalam kondisi demikian, pertentangan antara Kaum Adat dan Kaum Agama semakin meruncing dan konflik terbuka antara keduanya tidak dapat dihindarkan lagi.
Konflik terbuka berupa peperangan fisik antara Kaum Adat dan Kaum Agama membuat Kaum Adat meminta bantuan Belanda yang pada waktu itu sudah berkedudukan di Padang.[1] Pasukan Belanda dibawah pimpinan Kolonel Raff masuk ke Tanah Datar untuk melakukan penyerangan kepada rakyat.
Sesampai di Batusangkar, pasukan Belanda dipusatkan di suatu tempat yang paling tinggi di pusat kota, lebih kurang 500 meter dari pusat kota. Pada tempat ketinggian inilah pasukan Belanda kemudian membangun sebuah benteng yang permanen. Bangunan benteng pertahanan yang dibangun pada tahun 1824 ini berupa bangunan yang memiliki ketebalan dinding 75 cm dan ± 4 meter dari dinding bangunan dibuat parit dan tanggul pertahanan yang melingkar mengelilingi bangunan.[2] Bangunan inilah yang kemudian diberi nama Benteng Van der Capellen, sesuai dengan nama Gubernur Jendral Belanda pada waktu itu yaitu Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen.
Dengan adanya benteng pertahanan yang permanen dan strategis, maka secara militer dan politis memudahkan Belanda untuk menguasai wilayah sekitar Batusangkar. Hal ini menandakan beratnya perjuangan kolonial Belanda di Tanah Datar sehingga harus membuat benteng. Kesempatan demikian akhirnya bukan hanya bertujuan untuk memadamkan gerakan Kaum Agama, tetapi sekaligus untuk menguasai secara politis kawasan Tanah Datar dan sekitarnya. Konflik ini akhirnya berkembang menjadi Operasi Militer Belanda. Kenyataan demikian menyadarkan Kaum adat yang semula mengizinkan Belanda untuk masuk ke Tanah Datar.
Keberadaan Belanda di Batusangkar sampai saat meletusnya Perang Dunia II. Pada saat Jepang berhasil merebut Sumatera Barat kemudian Belanda meniggalkan Batusangkar. Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari tahun 1943-1945. Setelah Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari pendudukan Jepang, Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sampai tahun 1947. Pada waktu Agresi Belanda II, Benteng Van der Capellen kembali dikuasai Belanda selama dua tahun, yaitu tahun 1948-1950.[2]
Pasca Indonesia Merdeka
suntingSetelah Belanda meninggalkan Batusangkar, Benteng Van der Capellen kemudian dimanfaatkan oleh PTPG yang merupakan cikal bakal IKIP Padang sekarang Universitas Negeri Padang untuk proses belajar mengajar yang saat itu diresmikan olah Prof. M. Yamin, SH. Pemakaian bangunan benteng untuk PTPG berlangsung sampai tahun 1955 dan pada tahun itu juga PTPG dipindahkan ke Bukit Gombak. Benteng Van der Capellen kemudian dijadikan sebagai markas Angkatan Perang Republik Indonesia.[2]
Pada saat meletus peristiwa PRRI tahun 1957, Benteng Van der Capellen dikuasai oleh Batalyon 439 Diponegoro yang kemudian diserahkan kepada POLRI pada tanggal 25 Mei 1960. Oleh POLRI kemudian ditetapkan sebagai Markas Komando Resort Kepolisian (Polres) Tanah Datar dan berlanjut hingga tahun 2000. Sejak tahun 2001, Benteng Van der Capellen dikosongkan karena Polres Tanah Datar telah pindah ke bangunan baru yang berada di Pagaruyung.[2]
Beberapa perubahan bangunan, antara lain atap yang semula berupa atap genteng diganti dengan atap seng pada tahun 1974. Pada tahun 1984 dilakukan penambahan ruangan untuk serse dan dibangun pula TK Bhayangkari. Parit yang masih ada disebelah kanan dan kiri bangunan benteng ditimbun dan diratakan pada tahun 1986. Selain itu, ruangan sel tahanan yang semula terdiri dari 4 ruangan, dibongkar satu sehingga tinggal menjadi 3 ruangan. Perubahan bangunan terakhir kalinya terjadi pada tahun 1988, yaitu berupa penambahan bangunan kantin dan bangunan untuk gudang.[2]
Restorasi
suntingPada tahun 2008 sebahagian dari bangunan Benteng Van der Capellen telah direnovasi oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala kemudian akan dilanjutkan pada tahun anggaran 2009, yaitu mengembalikan ke bentuk aslinya.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Caniago, Naali Sutan (2004). Naskah Tuanku Imam Bonjol. Padang: Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau. ISBN 9789793797052.
- ^ a b c d e NEOLDY, YHOHANNES (November 23, 2013). "BENTENG "VAN DER CAPELLEN" YANG TERLUPAKAN". Archived from the original on 2015-11-29. Diakses tanggal November 29, 2015.