Bandar Udara Internasional Kemayoran

bandar udara di Indonesia

Bandar Udara Kemayoran (IATA: JKTICAO: WIID)[1] atau dalam ejaan lama Kemajoran, merupakan bandar udara pertama di Indonesia yang dibuka untuk penerbangan internasional secara berjadwal. Landasan bandar udara ini dibangun pada tahun 1934 dan secara resmi dibuka pada tanggal 8 Juli 1940[2]. Namun sebenarnya mulai tanggal 6 Juli 1940 tercatat bandar udara ini sudah mulai beroperasi dimulai dengan pesawat pertama yang mendarat jenis DC-3 Dakota milik perusahaan penerbangan Hindia Belanda, Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) yang diterbangkan dari Lapangan Terbang Tjililitan. Tercatat pesawat ini sebagai pesawat yang terus beroperasi di bandara ini hingga akhir masa pengooperasian bandar udara ini.[3]

Bandar Udara Kemayoran

Kemayoran Airport
Informasi
JenisMati
PemilikPemerintah Indonesia
PengelolaPerusahaan Umum Angkasa Pura
MelayaniJabotabek
LokasiKemayoran, Jakarta Pusat, Indonesia
Dibuka8 Juli 1940 (1940-07-08)
Ditutup31 Maret 1985; 39 tahun lalu (1985-03-31)
Penerbangan komersial berakhir1 Oktober 1984 (1984-10-1)
Ketinggian dpl4 mdpl
Koordinat06°08′50″S 106°51′00″E / 6.14722°S 106.85000°E / -6.14722; 106.85000
Landasan pacu
Arah Panjang Permukaan
kaki m
17/35 8,120 2,475 Aspal (Tutup)
08/26 6,234 1,900 Aspal (Tutup)

Bandar udara ini resmi dihentikan operasionalnya pada 31 Maret 1985 dengan dimulainya pemindahan aktivitas penerbangan ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.[4]

Bandar udara ini memiliki dua landasan pacu yang bersilangan, yakni landasan pacu Utara - Selatan (17-35) dengan ukuran 2.475 x 45 meter dan landasan pacu Barat - Timur (08-26) dengan ukuran 1.850 x 30 meter.

Etimologi

sunting

Nama "Kemayoran" pertama kali muncul pada tahun 1816 di dalam iklan Java Government Gazette sebagai "tanah yang terletak di dekat Weltevreden". Tanah ini merupakan milik Komandan VOC, Isaac de l'Ostal de Saint-Martin (1629–1696) yang dikenal oleh penduduk setempat dengan panggilan Mayor. Sehingga penduduk setempat menyebut kawasan ini sebagai "Mayoran", yang kemudian pelafalan tersebut berubah menjadi "Kemayoran" seiring berjalannya waktu.[5]

Sejarah

sunting

Era Pemerintahan Hindia Belanda

sunting
 
Pembangunan Bandar Udara Kemayoran difoto dari udara
 
Bandar Udara Kemayoran di bulan Agustus 1940, beberapa bulan setelah diresmikan

Rencana untuk mendirikan bandar udara sipil bertaraf internasional di Batavia memang sudah menjadi prioritas utama Pemerintah Hindia Belanda. Sebelumnya, Batavia sudah memiliki lapangan terbang yang terletak di Tjililitan. Lapangan terbang tersebut digunakan oleh Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM) dan Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM) sebagai basis operasional kedua maskapai tersebut. Namun, Lapangan Terbang Tjililitan dianggap tidak strategis karena letaknya berada di pinggiran kota dan harus berbagi kepemilikan dengan militer. Maka untuk memenuhi ambisi Pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1934, dibangun lah sebuah bandar udara baru di Kemayoran yang saat itu masih berupa rawa, areal persawahan, serta pemukiman penduduk.[6]

Ambisi ini tercakup dalam desainnya, membangun dua landasan pacu bersilangan utara-selatan dan barat-timur, masing-masing dengan panjang 800 m, dibangun menara pengontrol lalu lintas udara, kantor urusan penerbangan, kantor meterologi, dan pusat komunikasi baik radio dan telegraf. Dari sisi kenyamanan penumpang, terminal berukuran besar dirancang bertingkat dua, dilengkapi kafe dan restoran, bilik telepon, kantor pos, dan sistem pengeras suara. Belum lagi hanggar yang tidak hanya untuk menyimpan pesawat namun juga sanggup melaksanakan perawatan pesawat dan mesin secara mandiri.[6]

Pada 6 Juli 1940, dua hari sebelum peresmiannya, pesawat pertama yang mendarat adalah DC-3 milik KNILM yang diterbangkan dari Lapangan Terbang Tjililitan. Pesawat sejenis, yakni DC-3 beregistrasi PK-AJW juga yang pertama bertolak dari Kemayoran menuju Australia, sehari kemudian.[3]

Pada Senin pagi 8 Juli 1940, Kemayoran akhirnya diresmikan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan harapan dapat menjadi pintu gerbang utama Hindia Belanda, serta dapat menjadi kebanggaan masyarakat Batavia. Banyak antusiasme masyarakat Batavia yang diundang dalam peresmiannya. Masyarakat dapat menyaksikan sendiri fasilitas bandar udara yang berkelas dan modern, serta tidak kalah dengan Bandar Udara Internasional Schiphol, dan bandar udara lainnya yang terletak khususnya di Eropa.[6] Tidak ketinggalan KNILM juga memamerkan beberapa armada pesawat miliknya seperti Douglas DC-2 Uiver, Douglas DC-3 Dakota, Fokker F.VIIb 3m, Grumman G-21 Goose, de Havilland DH-89 Dragon Rapide, dan Lockheed L-14 Super Electra.[4] Setelah Kemayoran mulai beroperasi, pengelolaan bandar udara ini dipegang oleh KNILM, yang bertanggung jawab langsung kepada Pemerintahan Hindia Belanda.[2]

Bertepatan dengan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus 1940. Pemerintah Hindia Belanda mengadakan Pameran Kedirgantaraan pertama yang diselenggarakan di Kemayoran. Selain pesawat-pesawat milik KNILM, sejumlah pesawat-pesawat pribadi yang bernaung dalam Aeroclub di Batavia ikut meramaikannya. Pesawat-pesawat tersebut ada Buckmeister Bu-131 Jungmann, de Haviland DH-82 Tigermoth, Piper J-3 Cub, dan Walraven 2 yang pernah melakukan penerbangan dari Batavia menuju Amsterdam pada 27 September 1935.[4]

Perang Dunia II, Pendudukan Jepang, dan pasca perang

sunting
 
Pesawat Douglas DC-5 yang diambil alih oleh militer Kekaisaran Jepang di Kemayoran, kurun 1942-1945

Pada 17 Mei 1940, Jerman Nazi berhasil menginvasi wilayah Belanda, membuat Pemerintahan Belanda harus mengungsi ke London, Inggris. Hindia Belanda praktis menjadi koloni terpenting Belanda dalam menghadapi serangan Blok Poros. Peristiwa ini menjadikan Kemayoran digunakan sebagai basis penerbangan pesawat-pesawat militer Sekutu dan Belanda. Pesawat-pesawat militer yang singgah di Kemayoran antara lain Martin B-10, Martin B-12, Koolhoven F.K.51, Brewster F2A Buffalo, Lockheed L-18 Lodestar, Curtiss P-36 Hawk, Fokker C.X, dan Boeing B-17 Flying Fortress.[4] Kemayoran juga dioperasikan sebagai hub utama KLM menggantikan Schiphol yang saat itu sudah dikuasai oleh Jerman Nazi.[6]

Pada 9 Februari 1942, Kemayoran menjadi target serangan Pasukan Udara Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang berusaha menguasai pulau Jawa. Dua pesawat DC-5, dua pesawat Brewster dan sebuah pesawat F.VII terbakar terkena serangan pesawat-pesawat militer Jepang. Hanya dalam waktu satu jam, akhirnya Kemayoran berhasil diduduki oleh Jepang.[7] Peristiwa ini memaksa KNILM mengungsikan pesawat-pesawatnya ke Australia. Pesawat pertama yang mendarat ialah pesawat tempur Mitsubishi A6M2b Tipe 0 Model 21, yang lebih dikenal dengan nama "Zeke" oleh Sekutu. Selain itu, Pesawat-pesawat buatan Jepang yang pernah singgah di Kemayoran antara lain Showa/Nakajima L2D, Nakajima Ki-43 Hayabusa, Tachikawa Ki-9, dan Tachikawa Ki-36.[4]

Pada 14 Agustus 1945, Chairul Saleh, Joesoef Ronodipoero, dan tokoh-tokoh pemuda lainnya datang menjemput Soekarno, Mohammad Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat di Kemayoran pasca kunjungannya menemui Jenderal Hisaichi Terauchi di Dalat, Vietnam. Setibanya di Kemayoran, Soekarno menyampaikan pidato singkat di hadapan anak-anak sekolah dan orang-orang yang datang dikerahkan oleh Hokokai dan Gunseikanbu. Para pemuda itu langsung menghampiri Soekarno seraya meminta proklamasi disegerakan karena Kekaisaran Jepang sudah kalah dalam Perang Pasifik. Namun, Soekarno tidak menanggapi permintaan para pemuda tersebut dengan alasan tidak ingin membahas soal kemerdekaan. Tak mendapatkan jawaban yang memuaskan, para pemuda itu lalu mengadakan rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh di Gedung Menteng Raya 31. Kesimpulannya, mereka sepakat membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk menyegerakan proklamasi tanpa menunggu Jepang.[8]

 
Kedatangan Brigadir Jenderal Bodet di Kemayoran, kurun 1945-1950

Setelah peristiwa penandatanganan penyerahan Jepang pada 2 September 1945, South East Asia Command (SEAC) mengirimkan 7 anggota misi Sekutu di bawah pimpinan Mayor A.G. Greenhalgh ke Jakarta. Tujuh perwira inggris ini diterjunkan di Kemayoran pada 8 September 1945 dan segera mengadakan pertemuan dengan Jenderal Yamaguchi, pimpinan Jepang di Jakarta.[9] Hasilnya, Panglima Bala Tentara Kekaisaran Jepang di Jawa mengeluarkan pengumuman yang menyatakan pemerintahan akan diserahkan kepada Sekutu, bukan kepada Indonesia.[10]

Disusul pada 29 September 1945, Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) berhasil mendarat di Kemayoran dengan membawa pasukannya yang terdiri atas 3 divisi untuk bertugas di Sumatra dan Jawa. Namun, kedatangan Sekutu ke Indonesia juga membawa Nederlandsch Indische Civiele Administratie (NICA) yang hendak menegakkan kembali kekuasaan kolonial Hindia Belanda di Indonesia.[11] Pada Masa ini, giliran pesawat-pesawat Sekutu yang datang ke Kemayoran, seperti Supermarine Spitfire, North American B-25 Mitchell, dan North American P-51 Mustang. Selain itu, berdatangan juga pesawat-pesawat penumpang seperti Douglas DC-4, C-54 Skymaster, Douglas DC-6, Boeing 377 Stratocruiser, dan Lockheed Constellation.[4]

Pada 1 Agustus 1947, Kemayoran menjadi saksi berdirinya maskapai penerbangan KLM Interinsulair Bedrijf. Maskapai penerbangan ini kemudian dinasionalisasikan menjadi maskapai penerbangan nasional pertama di Indonesia, Garuda Indonesian Airways.

Era Pemerintahan Indonesia

sunting
 
Garuda Indonesian Airways McDonnell Douglas DC-10-30 di Charles de Gaulle, Paris pada tahun 1980

Setelah Jakarta kembali menjadi Ibu Kota Indonesia, pengelolaan penerbangan sipil dan pelabuhan udara langsung dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Baru pada tahun 1958 dikelola oleh Djawatan Penerbangan Sipil, yang sekarang lebih dikenal sebagai Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

Pada tahun 1950-an, Era penerbangan sipil modern dimulai dengan beroperasinya pesawat-pesawat bermesin jet. Pada masa itu juga pesawat-pesawat turboprop berdatangan ke Kemayoran. Di antaranya Saab 91 Safir, Grumman HU-16 Albatross, Ilyushin Il-14, dan Cessna. Begitu pula dengan pesawat-pesawat buatan Nurtanio Pringgoadisuryo seperti NU-200 Si Kumbang, Belalang, dan Kunang. Berbagai Kepala Negara dunia juga pernah menginjakkan kakinya di Kemayoran dengan diselenggarakannya event tingkat internasional seperti Konferensi Asia–Afrika pada tahun 1955.[4]

Angkatan Udara Republik Indonesia juga memanfaatkan Kemayoran sebagai pangkalan udara disamping Lanud Halim Perdanakusuma. Akhir tahun 1950-an sampai awal tahun 1960-an berdatangan pesawat tempur MiG-17, MiG-15 UTI, MiG-19, MiG-21, dan Pesawat pembom Ilyushin Il-28.[4]

Antara tahun 1960, pengelolaan Kemayoran diserahkan kepada BUMN yang diberi nama Perusahaan Negara Angkasa Pura Kemayoran. Untuk ini, pemerintah menanam modal awal sebesar Rp 15 Juta Rupiah pada masa itu. Selanjutnya pemerintah menambah modal dengan mengalihkan bangunan terminal, bangunan penunjang lain, runway, taxiway, apron, hanggar dan peralatan operasional. Sampai akhir beroperasi pada tahun 1985 pengelolaan dilakukan oleh Perum Angkasa Pura setelah berganti nama sesuai perkembangan.

Memasuki tahun 1970-an, era pesawat jet badan lebar berteknologi canggih muncul, yakni Boeing 747, Lockheed L-1011 TriStar, McDonnell Douglas DC-10, dan Airbus A300. Pada 29 Oktober 1973, pesawat McDonnell Douglas DC-10-30 milik KLM yang disewa Garuda Indonesian Airways untuk angkutan jemaah haji, tercatat sebagai pesawat terbesar dan terberat yang pernah singgah di bandara Kemayoran.[4] Kesibukan Kemayoran pada saat itu memaksa pemerintah memindahkan penerbangan internasional ke Bandar Udara Halim Perdanakusuma pada 10 Januari 1974. Namun penerbangan domestik seluruhnya masih bertahan di Kemayoran.[6]

Rencana pemindahan lokasi dan penutupan bandar udara

sunting

Menjelang pertengahan tahun 1970-an, Kemayoran dianggap terlalu dekat dengan basis militer Indonesia, Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Penerbangan sipil di area tersebut menjadi sempit, sementara lalu lintas udara meningkat cepat, yang mengancam lalu lintas internasional. Hal itu yang kemudian pemerintah berencana untuk memindahkan aktivitas bandar udara ini ke bandar udara yang baru.[12]

Rencana tersebut mendapat dukungan dari Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) seperti kucuran dana serta kajian konsep hingga pemilihan lokasi. Awalnya USAID mengkaji sebuah dataran berkontur datar (200-230 Mdpl) yang masih sangat sepi diantara Ci Kahuripan-Klapanunggal hingga Jonggol seluas 2.300 ha sebagai lokasi yang cocok untuk berdirinya Bandara Internasional pengganti Bandar Udara Kemayoran tersebut. Lokasi tersebut berjarak sekitar 50 km arah tenggara dari Bandar Udara Kemayoran. Alasan dipilihnya wilayah Jonggol adalah perlunya memperhatikan aspek masa depan dalam pembangunan Jakarta Raya melalui perluasan jangkauan pembangunan Jakarta ke arah luar kota guna mempersiapkan pesatnya pertumbuhan fisik dan ekonomi Jakarta yang tentunya akan berdampak kepada lonjakan populasi di masa yang akan datang.[12]

Namun Bappenas tidak dapat menyanggupi usulan lokasi USAID, yakni Jonggol untuk dijadikan pengganti dari Bandar Udara Kemayoran dengan alasan belum terkoneksinya daerah tersebut dengan moda transportasi lain, ditambah jaraknya yang lumayan jauh, akhirnya dipilihlah wilayah perbatasan antara Cengkareng dan Tangerang Utara sebagai lokasi bandar udara yang baru dengan luas lahan 1.800 ha, lebih kecil 500 ha dari lokasi lahan usulan USAID di Jonggol, Bogor.[12]

Pada 1 Oktober 1984, Perum Angkasa Pura menutup semua penerbangan domestik di Kemayoran. Saat itu, penumpang yang sudah melakukan check-in di Kemayoran langsung boarding menuju Cengkareng dengan bus untuk menaiki pesawat.[13] Perum Angkasa Pura akhirnya resmi menghentikan seluruh kegiatan operasional Bandar Udara Kemayoran pada 31 Maret 1985, sehari sebelum beroperasinya Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Pesawat-pesawat yang menghuni bandar udara ini ikut dipindahkan. Sebagian besar dipindahkan ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, sebagian lagi dipindahkan ke Bandar Udara Halim Perdanakusuma.[14]

Setelah dihentikan kegiatan operasionalnya, Kemayoran dijadikan lokasi test flight pesawat buatan Industri Pesawat Terbang Nusantara, CN-235 dan sempat menjadi tuan rumah ajang dirgantara bergengsi Indonesian Air Show pada tahun 1986.[14]

Perkembangan setelah bandar udara tidak dioperasikan

sunting

Pengembangan kawasan Kota Baru Bandar Kemayoran

sunting
 
Bekas apron dan terminal
 
Bekas menara Air Traffic Controller

Untuk menghindarkan perebutan kewenangan antar instansi terhadap areal bekas bandar udara ini, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1985, dimana kekayaan negara yang merupakan sebagian modal Perum Angkasa Pura ditarik kembali sebagai kekayaan negara. Setelah itu, dibentuklah Badan Pengelola Komplek Kemayoran (BPKK) berdasarkan Keputusan Presiden RI no. 53 Tahun 1985 jo Keppres No. 73 tahun 1999. Sebagai pelaksana, diunjuklah DP3KK yang melaksanakan pembangunan dengan memanfaatkan pihak swasta di Indonesia.

Pembangunan dimulai pada 1990-an dengan rumah susun sederhana di bekas Apron bandar udara dengan nama jalan-jalan yang mengambil nama pesawat seperti Jl. Dakota. Kemudian pembangunan kondominium dan proyek kotabaru Kemayoran yang sempat menuai masalah. Juga sempat diselenggarakan proyek Menara Jakarta (Jakarta Tower) dengan ketinggian 558 meter di depan gedung perkantoran PT Jakarta International Trade Fair Corporation. Namun rencana ini kandas karena badai Krisis Asia pada tahun 1990. Bahkan ironisnya, pada saat krisis ekonomi tersebut, menara ini dijuluki masyarakat sebagai Menara Kesenjangan.

Selain itu, di bekas Bandar Udara Kemayoran juga diselenggarakan Jakarta Fairground Kemayoran (JFK) yang dulu dikenal sebagai Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang sebelumnya diselenggarakan di taman Monumen Nasional (Monas) Jakarta yang diselenggarakan setiap hari ulang tahun DKI Jakarta setiap 22 Juni.

Sementara dua landasan pacu tetap dipertahankan sebagai jalan utama dengan median (pembatas jalan) yang tidak permanen untuk sewaktu waktu digunakan sebagai landasan pacu guna kepentingan militer karena struktur landasannya yang menggunakan konstruksi standar landas pacu bandar udara internasional yang kuat. Pada bekas landas pacu utara-selatan diberi nama Jalan Benyamin Sueb, nama seorang tokoh dan artis serbabisa kelahiran Jakarta yang merupakan warga asli Kemayoran, oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta.

Sesuai dengan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993, bekas menara Air Traffic Controller Kemayoran dijadikan Bangunan Cagar Budaya yang harus dilestarikan. Surat Keputusan tersebut langsung ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Soerjadi Soedirja.[15]

Karena Bandar Udara Kemayoran dinilai bersejarah dalam perkembangan kedirgantaraan Indonesia, maka banyak komunitas-komunitas pencinta kedirgantaraan Indonesia yang menginginkan agar bekas bandar udara ini segera dilestarikan, serta dimuseumkan. Mereka adalah Komunitas Tintin Indonesia, Komunitas Save Ex Airport Kemajoran-Kemayoran (KMO), IndoFlyer, dan Komunitas ATCO Indonesia yang bersama-sama membuat petisi lalu akan segera diserahkan kepada Presiden Republik Indonesia dan Gubernur DKI Jakarta.[16]

Pada 31 Mei 2016, PT Angkasa Pura I, Komunitas Save Ex Airport Kemajoran-Kemayoran (KMO), dan Komunitas Tintin Indonesia mengadakan pertemuan untuk membahas rencana pembangunan sebuah Museum Bandar Udara Kemayoran Indonesia di bekas terminal Bandar udara. Gagasan ini rupanya disambut positif oleh Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran), yang ditindak lanjuti dengan napak tilas ke lokasi pada 5 Juni 2016.[17]

Rencana lainnya

sunting

Rencana lain terhadap penggunaan areal bekas bandar udara ini adalah akan dijadikan sebagai kawasan hutan wisata yang selanjutnya akan dijadikan sebagai suaka margasatwa atau bird sanctuary bagi burung-burung yang mendiami kawasan ini. Namun karena banyaknya proyek konstruksi, maka kawasan bird sanctuary ditempatkan di Pulau Rambut, salah satu dari gugusan Kepulauan Seribu di Teluk Jakarta.

Dalam budaya populer

sunting

Bandar Udara Internasional Kemayoran muncul dalam salah satu episode cerita dalam komik Tintin yakni Penerbangan 714 ke Sydney, dengan menampilkan terminal bandar udara dan menara pemandu lalu lintas (ATC tower). Gambar yang ditampilkan sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Maskapai dan Tujuan Sebelumnya

sunting

Penumpang

sunting
MaskapaiTujuan
Aeroflot Moskow–Domodedovo
Air Ceylon Kolombo–Bandaranaike
Air China Beijing–Ibu Kota
Air France Paris
Air India Bombay, Delhi
Airfast Indonesia Balikpapan, Matak, Singapura–Seletar, Sydney
Bharat Airways Delhi
British Airways London–Heathrow, Singapura–Paya Lebar
Bouraq Indonesia Airlines Balikpapan, Bandung, Banjarmasin, Bima, Davao, Denpasar, Kuala Lumpur, Kupang, Manado, Semarang, Singapura–Changi, Tawau, Ujung Pandang
CAAC Airlines Beijing–Ibu Kota, Chengdu, Guangzhou, Shanghai–Hongqiao
Caltex Indonesia Palembang, Singapura–Paya Lebar
Cathay Pacific Hong Kong
China Airlines Taipei–Songshan, Taipei–Taoyuan
Czech Airlines Praha
de Kroonduif Biak, Ayamaru, Fak Fak, Hollandia, Kaimana, Kebar, Kokonao, Manawi, Manokwari, Merauke, Napan, Noemfoer, Ransiki, Sorong, Steenkool, Tanahmerah, Teminaboean, Wasior, Wisselmeren
Deraya Air Taxi Batam, Matak, Pangkalanbun, Singapura–Seletar
Garuda Indonesian Airways Amsterdam, Banjarmasin, Bandung, Biak, Darwin, Denpasar, Dubai–Internasional, Frankfurt, Hong Kong, Honolulu, Jeddah, Johannesburg–O. R. Tambo, Kuala Lumpur, London–Gatwick, Los Angeles, Yogyakarta, Medan, Roma, Pangkal Pinang, Paris, Semarang, Seoul, Shanghai–Hongqiao, Surabaya, Palembang, Tanjung Pandan, Tokyo, Ujung Pandang, Wina, Zurich
Imperial Airways Kepulauan Cocos, Darwin, London–Croydon, Singapura–Seletar, Sydney
Indian Airlines Bombay
Japan Airlines Tokyo
KLM Amsterdam, Saigon
KLM Interinsulair Bedrijf Manila–Nielson, Medan, Penang, Singapura–Seletar, Waingapoe
KMV Moskow–Vnukovo
KNILM Banjarmasin, Semarang, Bandung, Medan, Surabaya, Palembang
Korean Air Seoul
Lufthansa Berlin–Tempelhof, Munich
Malaysia Airlines System Kuala Lumpur
Malaysia-Singapore Airlines Kuala Lumpur, Singapura–Kallang
Mandala Airlines Semarang, Yogyakarta
Martinair Amsterdam, Jeddah
Merpati Nusantara Airlines Balikpapan, Bandung, Banjarmasin, Canberra, Davao, Denpasar, Kuala Lumpur, Ujung Pandang, Medan, Perth, Semarang, Singapura–Changi, Surabaya, Sydney, Seoul, Shanghai–Hongqiao, Surabaya, Palembang
Pan American World Airways Honolulu, Hong Kong, Los Angeles
Pelita Air Service Bontang, Dumai, Singapura–Changi
Penas Air Service Singapura–Seletar
Philippine Airlines Manila
Qantas Darwin, London–Heathrow, Sydney
Saudi Arabian Airlines Jeddah, Medinah
Sempati Air Kuala Lumpur, Manila, Singapura–Seletar
Singapore Airlines Singapura (Paya Lebar, Seletar, Kallang, Changi)
Swissair Jenewa, Zurich
Thai Airways Bangkok
Trans Nusantara Airways Balikpapan, Sangatta, Singapura–Paya Lebar
Transports Aeriens Intercontinentaux Paris
Turkish Airlines Istanbul–Atatürk
UTA French Airlines Paris
Zamrud Aviation Corporation Denpasar, Kupang
MaskapaiTujuan
Bayu Indonesia Air Darwin, Singapura–Seletar
Merpati Cargo Darwin, Hong Kong, Kuala Lumpur, Los Angeles, Singapura–Seletar
Pelita Cargo Hong Kong, Jayapura, Singapura–Seletar
Penas Air Cargo Singapura–Seletar

Kecelakaan dan insiden

sunting
  • Pada tanggal 13 Oktober 1941, pesawat Angkatan Udara Hindia Belanda Lockheed 18-40 beregistrasi LT-910 mendarat darurat 5 menit setelah lepas landas akibat kerusakan pada mesin di bagian kirinya. Pesawat menabrak pohon, dan menabrak pemukiman penduduk dengan kondisi pesawat terbakar. Semua penumpang dan awak pesawat yang berjumlah 5 orang, serta 1 peduduk setempat tewas akibat peristiwa ini.[18]
  • Pada tanggal 16 Desember 1945, pesawat Angkatan Udara Britania Raya Douglas Dakota III beregistrasi FL573 menabrak truk dan terbakar akibat pesawat mengalami ketidakstabilan setelah lepas landas. 1 orang tewas akibat tertabrak pesawat.[19]
  • Pada tanggal 6 Maret 1946, pesawat Angkatan Udara Britania Raya Douglas Dakota IV beregistrasi KJ951 melakukan crosswind landing yang mengakibatkan pesawat kehilangan kendali di landasan pacu Kemayoran. Tidak ada korban jiwa dalam kecelakaaan ini.[20]
  • Pada tanggal 29 May 1946, pesawat Angkatan Udara Britania Raya Douglas Dakota IV beregistrasi KN501 mengalami kerusakan pada rem ketika mendarat. Tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan ini. Namun mesin pesawat mengalami kerusakan yang parah.[21]
  • Pada tanggal 27 Januari 1951, pesawat Grumman G-73 Mallard beregistrasi PK-AKE milik Bataafsche Petroleum Maatschappij terbakar di hangar ketika sedang dalam perawatan berkala.[22]
  • Pada tanggal 11 April 1955, pesawat Air India Penerbangan 300 Lockheed L-749A "Kashmir Princess" beregistrasi VT-DEP tujuan Kemayoran meledak di atas Kepulauan Natuna akibat ledakan bom yang ditargetkan untuk Zhou Enlai, Perdana Menteri Tiongkok pada saat itu. Pesawat ini diketahui membawa perutusan Tiongkok dan Eropa Timur yang sedianya akan menghadiri Konferensi Asia–Afrika di Bandung. Akibatnya, sebanyak 16 orang yang terdiri dari penumpang dan beberapa awak pesawat tewas tenggelam di kawasan perairan. Sementara 3 awak pesawat lainnya selamat. Zhou Enlai sendiri batal menumpangi pesawat tersebut dan baru memutuskan berangkat ke Jakarta 3 hari kemudian.[23]
  • Pada tanggal 5 April 1962, pesawat Garuda Indonesia Airways Douglas C-47A beregistrasi PK-GDM terbakar di hangar ketika sedang dalam perbaikan.[24]
  • Pada tanggal 1 April 1971, pesawat Merpati Nusantara Airlines NAMC YS-11-102 "Nanggala" beregistrasi PK-MYN mengalami kecelakaan setelah lepas landas. Tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan ini.[25]
  • Pada tanggal 26 September 1972, pesawat Garuda Indonesia Airways Fokker F-27 Friendship 600 beregistrasi PK-GFP jatuh dari ketinggian 30 m setelah lepas landas. Semua penumpang dan awak pesawat yang berjumlah 3 orang tewas akibat kecelakaan ini.[26]
  • Pada tanggal 26 Agustus 1980, pesawat Bouraq Indonesia Airlines Vickers 812 Viscount beregistrasi PK-IVS tujuan Kemayoran mengalami masalah pada elevator sebelah kanan dan jatuh 26 km sebelah timur laut Jakarta. Menewaskan seluruh 37 penumpang dan awak pesawat. Pesawat disewa dari Far Eastern Air Transport.[27]
  • Pada tanggal 11 Juni 1984, pesawat Garuda Indonesia Airways McDonnell Douglas DC-9-32 beregistrasi PK-GNE mengalami 3 kali lonjakan ketika mendarat. Akibatnya bagian belakang badan pesawat hampir terbelah. Tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan ini.[28]

Galeri

sunting

Rujukan

sunting
Catatan kaki
  1. ^ "Kemayoran Airport". fallingrain.com. Diakses tanggal 9 July 2022. 
  2. ^ a b Setiati 1980, hlm. 16
  3. ^ a b Ensiklopedi Jakarta 2013, "Kemayoran, Bandara".
  4. ^ a b c d e f g h i PPK Kemayoran 2020, Sejarah Awal Bandara Kemayoran.
  5. ^ CNN Indonesia 2021, Kemayoran, Berawal dari Hunian Mayor Belanda di Indonesia.
  6. ^ a b c d e Avia Historia 2020, Selamat Ulang Tahun Bandara Kemayoran!.
  7. ^ Tribun Jabar 2021, Kisah Pria Jepang di Indonesia Dicap Gila Makan Kotoran, Ternyata Intelejen, Belanda pun Takluk.
  8. ^ CNN Indonesia 2021, Bandara Kemayoran, Saksi Bisu Rangkaian Sejarah Proklamasi RI.
  9. ^ Kartasasmita 1975, hlm. 34
  10. ^ Kartasasmita 1975, hlm. 35-36
  11. ^ Kartasasmita 1975, hlm. 44-45
  12. ^ a b c Angkasa 2002, Riwayat Pembangunan Cengkareng.
  13. ^ Satu Suara Express 2021, Menilik Sejarah Cengkareng, Kampung Besar di Sudut Kota Jakarta.
  14. ^ a b Indo Aviaton 2016, Suara Masa Lalu Kemayoran.
  15. ^ Surat Keputusan Gubernur Nomor 475 Tahun 1993
  16. ^ Petisi yang berisi tentang pelestarian Bandar Udara Kemayoran
  17. ^ Angkasa 2016, Tak Jadi Digusur, AP I Punya Rencana Lain Untuk Bandara Kemayoran.
  18. ^ Aviaton Safety Network, Lockheed 18 Lodestar LT-910.
  19. ^ Aviaton Safety Network, Douglas Dakota III FL573.
  20. ^ Aviaton Safety Network, Douglas Dakota IV KJ951.
  21. ^ Aviaton Safety Network, Douglas Dakota IV KN501.
  22. ^ Aviaton Safety Network, Grumman G-73 Mallard PK-AKE.
  23. ^ Aviaton Safety Network, Lockheed L-749A VT-DEP.
  24. ^ Aviaton Safety Network, Douglas C-47A PK-GDM.
  25. ^ Aviaton Safety Network, NAMC YS-11-102 PK-MYN.
  26. ^ Aviaton Safety Network, Fokker F-27 Friendship 600 PK-GFP.
  27. ^ Aviaton Safety Network, Vickers 812 Viscount PK-IVS.
  28. ^ Aviaton Safety Network, McDonnell Douglas DC-9-32 PK-GNE.
Bibliografi
  • Setiati, Eni (1980). Ensiklopedia Jakarta. Jakarta: Lentera Abadi. ISBN 978-979-3535-54-8. 
  • "Tahun Antarika Internasional '92". Angkasa. Jakarta: Kompas Gramedia Group Of Magazine (5). Februari 1992. 
  • "Tekad Mahathir". Angkasa. Jakarta: Kompas Gramedia Group Of Magazine (4). Januari 1996. 
  • "Menyelamatkan Hawk Dari Bangkok". Angkasa. Jakarta: Kompas Gramedia Group Of Magazine (2). November 1999. 
  • Kartasasmita, Ir. Ginandjar; et al., ed. (1975). 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945–1949. Jakarta: PT. Tira Pustaka. 
Sumber berita
Sumber internet

Lihat pula

sunting